Monday, January 07, 2008

Top Secret - JAWA POS vs KOMPAS



Surabaya News,
Persaingan media cetak di tahun 2008 bertambah pesat. Mati satu tumbuh seribu, peribahasa yang tepat untuk menandai persaingan ini. Setelah tutup dengan judul majalah yang dianggap tidak laku, dengan perusahaan yang sama membuat majalah dengan nama lain dengan harapan akan laku keras di masyarakat. Belum lagi majalah yang tercekal karena isi majalah menampilkan pornografi. Bahkan tabloid dari artis Bollywood yang memang tradisi pakaiannya memakai busana yang hanya menutupi dada dan pinggul hingga kaki itu, dicekal peredarannya. Dan beberapa majalah yang memang khusus menampilkan wanita atau pria seksi sudah pasti dihentikan penerbitannya.

Selain majalah dan tabloid yang sudah menjamur di Surabaya, tidak kalah hebohnya dengan peredaran koran di Surabaya. Kedua nama besar, Jawa Pos dan Kompas kini bersaing untuk mendapatkan oplah dari masyarakat. Namun, oplah bukanlah alasan utama kedua perusahaan koran tersebut bersaing. Tetapi yang diperebutkan adalah masalah reputasi dan nama besar.

Studi kasus yang pernah didapat oleh Surabaya News, secara implisit menemukan ketidakwajaran dalam penjualan kedua koran tersebut. Untuk meningkatkan oplah penjualan yang berujung nama besar itu, Jawa Pos tega memborong Kompas yang sudah siap jual di beberapa agen penerbit dengan harga pantas. Sehingga para agen hanya memasarkan sisa Kompas yang ada. Pembalasan dari Kompas tidak kalah serunya, setiap pembeli Kompas pagi gratis Jawa Pos Pagi.

Terlebih lagi pada persaingan iklan lowongan hari Sabtu. Penjualan Jawa Pos laris manis seperti pisang goreng. Apakah ini berarti masyarakat Surabaya hanya membeli koran pada hari Sabtu atau banyak pengangguran yang ingin mendata iklan lowongan pekerjaan. Hal ini menjadi topik hangat di meja redaksi Kompas, berita yang didapat Surabaya News, Kompas berani memasangkan iklan gratis untuk para pengiklan supaya pengiklan beralih untuk mengiklankan di Kompas, dengan tujuan iklan Jawa Pos akan sepi. Namun, Jawa Pos tetap bertahan dikandang sendiri.

Fenomena yang tampak pada kedua koran besar tersebut bukanlah hal baru. Namun perlu diingat, Jawa Pos tumbuh dan besar di Jawa Timur, sehingga Jawa Pos merupakan identitas warga Jawa Timur dan sekitarnya. Jadi sulit untuk menyaingi Jawa Pos yang sudah melekat pada diri masyarakat Jawa Timur dan sekitarnya. Sedangkan Kompas berasal dari Jakarta sudah pasti laku besar di kandangnya sendiri.

Perselisihan terselubung antara Jawa Pos dan Kompas tersebut, tampaknya berakhir dengan persaingan yang wajar. Di halaman korannya Kompas menambahkan halaman Jawa Timur untuk menarik perhatian masyarakat Jawa Timur dan sekitarnya. Sedangkan Jawa Pos semakin menambah kualitas beritanya dengan berita yang berbobot.



No comments: